FKIP – Mahasiswa Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengikuti kegiatan magang kewirausahaan di Tom Batik Indigofera. Usaha yang didirikan tahun 2003 ini berlokasi di Jalan Kenteng 7 Banaran Galur, RT 25/RW 13, Kabupaten Kulon Progo.
Tom Batik merupakan nama brand yang digunakan untuk mengenalkan usaha pengrajin batik dengan pewarna alami ramah lingkungan. Nama Tom Batik terinspirasi dari nama tanaman yang digunakan untuk membuat pewarna alami yaitu tanaman Tom atau dalam bahasa ilmiah disebut dengan Indigofera tinctoria.
Menurut Widodo Simbolon selaku pemilik sekaligus seorang pengrajin batik mengatakan bahwa untuk menghasilkan sebuah batik yang berkualitas memerlukan proses yang melibatkan banyak orang di dalamnya.
“Bukan hanya orang yang membuat batik dari kain polos hingga menjadi motif batik yang indah. Di belakang itu, ada banyak tangan yang ikut andil dalam proses pembuatan batik. Dimulai dari petani kapas yang memberikan bahan dasar pembuatan benang, para pengrajin yang memintal benang menjadi kain, pembuat peralatan membatik seperti canting cap dan lain-lain. Itu semua merupakan hasil kerja banyak tangan hingga pada akhirnya menghasilkan sebuah batik yang bagus”. jelasnya.
Indigofera tinctoria atau tumbuhan tom dalam bahasa jawa, menghasilkan warna biru yang indah. Untuk membuat warna ini, daun indigo direndam semalaman atau selama beberapa hari. Selanjutnya larutan dikebur (aerasi) kemudian dicampur dengan kapur dan pengeburan dilanjutkan. Setelah terbentuk warna biru pekat maka larutan didiamkan kembali agar mengendap membentuk pasta.
Biasanya 10 kg daun indigo dapat menghasilkan 500gr hingga 1 kg pasta pewarna alami. Dalam pengaplikasian warna biru indigo pada kain, 1 kg pasta indigo yang sudah jadi dilarutkan dengan 10 liter air. Reduktor pigmen warna indigo adalah gula merah, tetapi bisa juga bervariasi seperti yang dilakukan Widodo dengan menggunakan tape singkong yang sudah diragikan bertahun-tahun, cara ini lebih murah dan menghasilkan warna sama baiknya dengan reduktor gula merah.
Selain warna biru, terdapat juga warna alami kuning yang berasal dari kulit buah jelawe, warna orange kemerahan dari batang tingi dan kulit kayu secang, warna coklat kemerahan dari batang mahoni, dan warna gelap dari tunjung. Warna-warna dasar ini dapat menghasilkan variasi warna, contohnya seperti warna hijau yang didapatkan dengan mencelupkan kain pada pewarna biru indigo kemudian ditambah pada pewarna kuning jelawe.
Disampaikan Anggie Meilinda Zienitha dan Nafi Satur Rohmah bahwa selama praktik terbimbing di Tom Batik, ia telah memperoleh banyak pengetahuan baru, mulai dari sejarah tanaman Tom, macam-macam pewarna alami, cara membuat pewarna yang benar, proses membatik hingga persaingan batik pewarna alami dengan sintetis di pasaran.
Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat terus melestarikan budaya pewarnaan alami batik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pewarna kain sintetis dapat merusak ekosistem kita, maka mahasiswa berperan penting untuk menjaga kestabilan ekosistem, salah satunya dengan melestarikan pewarna alami dan membuat produk dengan nilai ekonomi yang tinggi.
Reporter: Muhammad Muzaqqi
Editor: Aulia Anjani
https://fkip.uns.ac.id/
https://www.instagram.com/fkipuns.official/
#fkipuns
#fkipbagus
#uns
#universitassebelasmaret
#unsbisa
Artikel Magang Kewirausahaan Mahasiswa Pendidikan Biologi Sebagai Upaya Melestarikan Pewarna Alami Batik Indigofera pertama kali tampil pada FKIP UNS.